Impulsive Trip #1 – Jakarta, Makassar & Tanjung Bira

This is my first time visiting Sulawesi, yay!

Kenapa dinamakan impulsive trip? Karena ini memang benar-benar impulsif, haha. Jadi ceritanya, di suatu siang di kantin di antara jam kuliah,  seorang teman saya lagi browsing tiket promo dan bilang, “Eh, tiket pesawat Air Asia ke Makassar lagi promo, nih!” Terus ya udah aja gitu kami pesan tiketnya (padahal pas itu kami belum dapat tiket pulang).

Anyway, more stories will be told later! Kemudian hari H pun tiba. Kami berangkat dari bandara Soekarno-Hatta tujuan CGK – UPG naik Air Asia, penerbangan jam 21.50 WIB dan sampai di bandara Sultan Hasanuddin tepat jam 01.10 WITA. Saya berangkat dari Jakarta berenam, yaitu bareng Icha, Gevin, Riri, Enji, dan Tassa, dan selama di Makassar kami menginap di rumah salah satu teman kami, yaitu Fitria, yang sudah terbang duluan sehari sebelumnya. Perjalanan ke Makassar pakai pesawat menghabiskan waktu 2 jam 20 menit, dan kami sampai di Makassar tengah malam menuju pagi buta.

Dari bandara Hasanuddin, kami rental mobil sewaan dan jam setengah 2 pagi kami meluncur ke rumah teman kami yang terletak di daerah Panakkukang. Nama supirnya sebut saja Om Dino. Om Dino ini asli orang Bira yang nantinya akan antar-jemput kami selama di Bira. Sebelumnya, Om Dino nganter kami dulu ke rumah Fitria untuk naruh barang-barang dan menjemput Fit buat langsung meluncur ke Bira.

Uh-oh tapi tentu tidak semulus itu perjalanannya, sodara-sodara, Ternyata Fit ini tahunya kami bakal sampai rumahnya subuh dan semalaman HP-nya nggak bisa dihubungi. Sementara Om Dino sendiri kurang familiar dengan daerah rumah Fit. Jadilah kami selama 2 jam lebih muter-muter cuma buat nyari rumahnya Fit. Untungnya sih kami megang alamatnya, tapi yang namanya orang asing, ya mana kita tahu daerahnya juga kalau udah sampe masuk ke dalam komplek-komplek.

Kami berusaha keras mulai dari nyegat dua orang mas-mas bermotor (yang mana setengah mabuk), ngebangunin satpam (yang mana gak bangun-bangun), sampai akhirnya saya sama beberapa teman turun dari mobil, menyusuri jalan satu blok. Untungnya Om Dino sabar menemani cewek-cewek hopeless ini. Dan untungnya juga, setelah jogging nista di pagi buta, kami (akhirnya) nemu juga rumahnya Fit yang terletak tepat di sebelah pos ronda. Pas kami sudah di depan rumahnya, baru Fit terbangun dari tidurnya yang nyenyak dan ngebukain pintu buat kami. Thank you loh Fit! *nada sarkas*

Mampir ke rumah Fit selama sekitar setengah jam, kami langsung meluncur lagi menuju Tanjung Bira yang terletak di Kabupaten Bulukumba, sekitar 5 jam perjalanan darat dari Makassar. Sepanjang perjalanan, waktu kami dihabiskan untuk tidur dan ngecas energi.

Sebelum ke Bira, kami sempat mampir ke tempat pembuatan perahu Pinisi yang sama-sama terletak di Kabupaten Bulukumba. FYI, kapal ini semuanya handmade alias buatan tangan.

Sampai di Bira, kami langsung menyewa kamar di Riswan Guest House, letaknya sekitar 200 meter dari pantai. Kami nyewa satu kamar yang sukses diisi oleh 7 orang. Gimana caranya, saya pun bingung. Oh ya, Riswan Guest house ini sederhana banget, tapi yang paling penting dan paling kami suka adalah karena pemiliknya ramah dan ruangannya pun bersih.

Nggak mau menyia-nyiakan waktu yang ada, kami langsung nyari sarapan (a.k.a Indomie) dan langsung meluncur menuju pulau Liukang untuk snorkeling! Kami menyewa speedboat ke pulau Liukang yang jarak tempuhnya kurang lebih 20 menitan dari pantai Bira.

Pulau Liukang ini punya beberapa spot buat snorkeling dan diving, dan kami sempat snorkeling di dua titik yang berbeda nggak jauh dari pesisir pantai. Sebenarnya bawah lautnya nggak begitu bagus, jarang banget ada ikan lewat. Tapi karena air lautnya jernih banget, pemandangannya bagus, dan ramai-ramai, snorkeling di sini jauh lebih seru ketimbang waktu saya pertama kali snorkeling di Gili Trawangan.

Setelah puas snorkeling, kami pun semua setuju untuk nyewa banana boat, dan ini adalah pengalaman pertama buat kami semua.

Sampai sekarang rasanya saya masih dendam sama abang-abang yang berani ngejatuhin kami di tengah lautan. Bukan apa-apa, ini baru sekali puteran dan banana boat-nya sudah langsung kejungkir. Udahlah mental belum siap, kami dijatuhin di tengah lautan dengan badan saling timpa-timpaan, lagi. Sampai sekarang masih kerasa tangan saya nyut-nyutan gara-gara ketimpa badan teman.

Yang kedua kalinya, kami sudah memohon sepenuh hati sama abangnya untuk nggak dijatuhin lagi. Sialnya, abangnya pura-pura budek malah sengaja ngebalikin lagi banana boat-nya. Untungnya kali ini nggak di tengah laut.

Sudah puas main di laut, kami pulang ke guest house untuk mandi dan tidur. Sorenya, kami langsung kembali ke pantai buat sesi foto-foto cantik. Kali ini mukanya lumayan cakep-cakep. Nggak gembel kayak pas siang tadi.

Keesokan paginya di Bira, niatnya sih kami mau dateng ke pantai subuh-subuh buat ngeliat sunrise. Apa mau dikata, gara-gara pada baru bangun jam 5 dan lama siap-siap, kami baru sampai ke pantai sekitar jam setengah 7 pagi. Di sana, kami langsung nyari sarapan yang berakhir dengan makan mie lagi mie lagi. Untungnya, sempet nemu songkolo’ dari ibu-ibu yang lewat. Yes! Akhirnya nemu makanan khas juga.

Pagi di Bira lagi-lagi kami habiskan dengan photoshoot karena kami udah siap-siap dari pagi buat check out sekitar jam 11 siang.

Bye, Bira! Hello again, Makassar! Perjalanan menuju ke Makassar ini cukup panjang karena kami beberapa kali berhenti buat makan di Warung Sop Saudara, shalat di masjid, dan istana peninggalan kerajaan Gowa, yaitu Istana Tamalate. Seperti ini bentuknya:

Lucunya, di tengah jalan kami dicegat polisi lalu lintas. Sebelum diminta turun dan diperiksa surat-suratnya, Om Dino udah pesen duluan ke kami begini, “Kalau ditanya, kalian jangan bilang ya kalau ini mobil rental.” Pas Om Dino turun dan seorang polisi nyamperin kami, dengan nurut kami tutup mulut kalau ini bukan mobil rental walau nggak tahu alasannya kenapa.

Polisi: “Siang Dek, dari Bira ya? Mau ke Makassar?”
Kami: “Iya, Pak.”
Polisi: “Datang dari mana?”
Kami: “Jakarta.”
Polisi: “Ini mobil rental, ya?”
Kami: (dalam hati: mampus…) Bukan, kok! Ini mobilnya kenalan om saya (kata Tassa).
Polisi: (bokis aje lu) Siapa nama supirnya emang?
Kami: (bismillah semoga nggak salah) Om Dino!

Polisinya pun akhirnya ngelolosin kami, dan kami lolos dengan hati tenang. Usut punya usut, katanya memang sering ada patroli polisi yang ngecekin mobil satu-satu dari arah Bira ke Makassar karena banyak mobil rental oplosan alias ngangkut penumpang di tengah jalan, which is illegal. Padahal walau kami ngerental, kan, pakai prosedur yang resmi. Tapi daripada urusannya panjang, jadilah begitu adanya.

Perjalanan pulang dari Bira menuju Makassar sekitar 7 jam dan kami sampai sehabis maghrib di rumahnya Fit. Habis beres-beres sedikit, kami langsung berangkat lagi untuk mencari makan malem diantar orangtuanya Fit ke daerah pantai Losari. Asli, Makassar di malam minggu nggak beda jauh dari di Jakarta, macet di mana-mana.

Kami makan di Warung Makan Ikan Segar Lae-Lae dan memesan seafood ala ikan, cumi bakar, udang, cah kangkung dan lain-lain. Di rumah makan ini, masing-masing pengunjung diberi dua jenis sambal yang ditempatkan di mangkuk kecil. Dan saya baru ngeh kalau orang Makassar itu kebanyakan senangnya minum teh tawar/air mineral yang selalu ditemani es batu. Saat saya tanya Fit, katanya wajar saja karena udara di Makassar panas makanya orang-orangnya senang meminum minuman dingin.

Setelah makan dan berhenti sebentar di pinggir pantai Losari, kami kembali ke rumah Fit dan siap-siap untuk tidur karena keesokan paginya kami harus sudah siap untuk kembali menyebrang ke pulau! Lanjutan ceritanya bisa dibaca di sini, ya!

Photo credit by Gevin dan Dilla.

4 thoughts on “Impulsive Trip #1 – Jakarta, Makassar & Tanjung Bira

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s